Kecuali asap rokok kretek, ternyata asap kebakaran hutan dan asap dari gas buang mesin mobil diesel VW – menurut kabar terakhir sungguh membahayakan kesehatan.
Asap kebakaran hutan membuat “Singapura marah, kabut asap sampai titik tertinggi”, demikian judul berita yang direlease BBC.com, 25 September lalu. Menteri Luar Negeri Singapura K Shanmugam pada Kamis malam lewat akun Facebook, mengatakan, “Kami mendengar pernyataan-pernyataan mengagetkan, di tingkat pejabat senior dari Indonesia,” dan mengatakan bahwa di beberapa wilayah Indonesia, Indeks Standar Pencemaran sudah mencapai hampir 2.000.
Pada Jumat pagi (25/09), Indeks Standar Pencemaran Udara DI Singapura mencapai 341 – tertinggi sepanjang tahun ini. Indonesia dan Singapura menggunakan Indeks Standar Pencemaran Udara atau Pollutants Standards Index (PSI) untuk mengukur kualitas udara, sementara Malaysia menggunakan Indeks Pencemaran Udara atau Air Pollutants Index (API). Dalam dua indeks tersebut, angka di atas 100 tergolong tidak sehat dan di atas 300 termasuk berbahaya.
“Bagaimana bisa, seorang pejabat senior pemerintahan mengeluarkan pernyataan seperti itu, tanpa kesadaran atas nyawa masyarakatnya, atau warga kami, dan tanpa rasa malu, atau rasa tanggung jawab?”
Shanmugam tak menyebut nama pejabat tersebut, tapi Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah membuat marah beberapa orang karena dalam beberapa minggu terakhir mengatakan bahwa negara tetangga Indonesia harus bersyukur karena 11 bulan sudah mendapat udara bersih.
Tetapi seperti yang dikutip Kompas (25/9/2015), Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali menyatakan bahwa Indonesia tidak perlu meminta maaf soal asap dari hutan di Sumatera dan Kalimantan yang dianggap mengganggu lingkungan di beberapa negara tetangga.
“Coba berapa lama mereka (negara-negara tetangga) menikmati udara yang segar dari lingkungan yang hijau dan hutan-hutan kita saat tidak terjadi kebakaran? Bisa berbulan-bulan. Apa mereka berterima kasih? Tetapi, waktu terjadi kabakaran hutan, paling lama sebulan, asap-asap itu mengotori wilayah mereka. Jadi, mengapa mesti meminta maaf,” ujar Wapres Kalla saat berdialog dengan warga negara Indonesia di sekitar New York, AS, saat bertemu di Konsulat Jenderal RI di New York, AS, Kamis (24/9/2015).
Asap dari Gas Buang Mesin Diesel VW
ANTARA News, memberitakan tentang skandal emisi kendaraan diesel Volkswagen (VW) terus bergulir. CEO perusahaan itu menyampaikan permintaan maaf ke publik dan ancaman denda bagi pembuat mobil Jerman itu hingga 25 miliar dolar Australia atau sekitar 18 miliar dolar AS.
Selama akhir pekan, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (Environmental Protection Agency/EPA) dan California Air Resources Board (CARB) mengungkap bahwa Volkswagen Amerika Serikat memasang piranti lunak khusus pada beberapa kendaraan diesel untuk mengakali agar lolos uji emisi di negara itu.
VW memasangkan piranti lunak tersebut pada mobil-mobil yang dipasarkan di Amerika Serikat seperti Beetle, Golf, Jetta, Passat, serta Audi A3 yang menggunakan mesin 2.0 liter turbo diesel milik perusahaan tersebut.
VW memasang software ilegal itu mulai akhir tahun 2008 pada mesin turbo diesel 2.0 liter 4 silinder yang dilengkapi “lean NOx traps”. Alat itu dirancang untuk mengurangi nitrogen oksida pada mesin knalpot.
Selanjutnya, Volkswagen pada 2012 menawarkan mesin 2.0 TDI dengan sistem kontrol emisi yang lebih canggih yaitu “Selective Catalytic Reduction”. Sistem yang awalnya dipasang di sedan termahal VW, Passat, itu menyuntikkan larutan urea cair ke dalam knalpot untuk mengurai nitrogen oksida. VW mengaku sistem itu dipasangi software yang menonaktifkan kerja sistem saat berkendara normal.
CEO VW Martin Winterkorn dengan tulus meminta maaf. “Jajaran Manajemen Volkswagen AG menyikapi temuan ini secara serius. Saya secara pribadi meminta maaf sedalam-dalamnya karena kami telah merusak kepercayaan pelanggan dan publik.”
Asap Rokok Kretek
Seperti yang diberitakan Kompas.com (30/9/2015), Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo mengatakan, sebelum pasal kretek diusulkan masuk dalam Rancangan Undang-Undang Kebudayaan, Baleg telah berdiskusi dengan sejumlah budayawan. Ia menyebutkan, mantan Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, juga setuju jika kretek dimasukkan sebagai warisan kebudayaan.
“Ketika Panja yang saya pimpin, ada beberapa pendapat dari sejumlah budayawan, seperti Sobari, Butet Kertarajasa, bahwa kretek ini adalah herritage. Bahkan Rachmat Gobel saat masih menjadi menteri juga setuju, bisa dikroscek itu.”
Ia mengatakan, rokok kretek memiliki keunikan dibandingkan rokok pada umumnya karena mengandung cengkeh dan kemenyan. Hal ini, kata Firman, yang membuat rokok kretek layak untuk dijadikan warisan kebudayaan.
Pasal kretek masuk ke dalam Pasal 37 RUU Kebudayaan. Pasal itu menyebutkan, kretek tradisional merupakan sejarah dan warisan kebudayaan yang harus dihargai, diakui serta dilindungi pemerintah dan pemerintah daerah.
Sementara, Pasal 49 menyebutkan perlindungan terhadap kretek tradisional dapat diwujudkan dengan inventarisasi dan dokumentasi; fasilitasi pengembangan kretek tradisional; sosialisasi, publikasi dan promisi kretek tradisional; festival kretek tradisional; dan perlindungan kretek tradisional.
Tetapi, adanya pasal kretek dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kebudayaan menuai protes dari berbagai pihak. Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Priyo Sidipratomo mengatakan, pasal kretek jelas harus dihapus dari RUU Kebudayaan sebelum menjadi undang-undang (Kompas.com, 30/9/2015).
“Bagaimana sesuatu yang sangat berbahaya kok mau dibikin RUU Kebudayaan,” kata Priyo seusai acara peluncuran iklan pengendalian tembakau di Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Penolakan lain disampaikan anggota Komisi X DPR RI dari PKS Surahman Hidayat dalam siaran pers yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Selasa malam (29/9).
Surahman sendiri menyesalkan kinerja Badan Legislasi atas masuknya pasal tersebut. Menurutnya, Baleg telah mencederai tugas harmonisasi, sinkronisasi dan pembulatan draf RUU tentang Kebudayaan. “Karena yang terjadi merupakan kontradiktori dengan UU yang lain,” tegasnya.
Pasal kretek bertentangan dengan UU Kesehatan yang pada pasal 113 ayat 1 dan 2 menyebutkan tembakau termasuk kategori zat adiktif. Juga tidak sesuai dengan dengan UU Sisdiknas pasal pasal 3 yang menjelaskan bahwa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri.
Seperti yang dikutip Detiknews, 26 September 2015, Teguh – anggota Komisi X yang berasal dari F-PAN, menuturkan bahwa Fraksi PAN yang merupakan tempat dia bernaung menolak keberadaan pasal kretek di RUU Kebudayaan. Hal itu karena budaya yang ingin dilindungi dalam RUU ini bukanlah budaya yang kontroversial seperti kretek.
“Budaya yang ingin kita kembangkan dan lindungi adalah budaya adiluhung, budaya yang produktif bukan budaya yang kontroversial. Kebiasaan merokok jelas-jelas lebih banyak negatifnya dibanding manfaatnya,” ungkapnya. “Fraksi PAN pasti akan keras menolak,” sambung Teguh.
Maaf, ternyata kita masih menunggu akhir dari drama masalah asap rokok kretek……..
—————————————–
Terbanggi Besar 1 Oktober 2015